Menurut makalah yang dirilis Leonardo Melosi ketua Fed Chicago dan analis Francesco Bianchi dari Universitas Johns Hopkins, menyebut sinyal hawkish atau kenaikan suku bunga Federal Reserve dapat memperparah laju pertumbuhan ekonomi di AS. “Kebijakan moneter tidak memberikan respons yang efektif, pengetatan kebijakan moneter lebih awal dapat meningkatkan inflasi AS pasca pandemi,” jelas makalah Johns Hopkins dan Francesco Bianchi yang dikutip Bloomberg. Sebelum makalah tersebut dirilis, pada acara konferensi bank sentral Jackson Hole di Wyoming yang digelar Sabtu (27/8/2022) Gubernur Federal Reserve Jerome Powell menyerukan peringatan pada masyarakat Amerika akan adanya kenaikan suku bunga yang berlanjut untuk beberapa waktu kedepan, langkah tersebut diserukan Powell demi menurunkan angka inflasi yang telah naik tiga kali lipat dari target awal The Fed. Powell sendiri tidak memberikan indikasi mengenai seberapa banyak suku bunga yang akan dikerek Fed dalam pertemuan di bulan September, namun melansir dari Reuters suku bunga akan terus dinaikkan ke level 75 basis poin pada pertemuan di tanggal 20 dan 21 September mendatang, kemudian hawkish akan berlanjut di kisaran 3,75 persen 4,00 persen pada Maret 2023, agar inflasi turun menyentuh angka 2 persen.
"Saya tidak melihat suku bunga dana Fed bergerak kembali turun tahun depan," jelas Powell. Namun, sayangnya sikap agresif The Fed dengan memperketat laju hawkish berpotensi mendatangkan penderitaan bagi rumah tangga dan bisnis di AS, ini terjadi karena suku bunga di perbankan ikut terkerek naik, hingga membuat bunga dana pinjaman melonjak ke level tertinggi di tengah naiknya harga pangan dan energi. Kondisi tersebut lantas mendorong sejumlah perusahaan untuk melakukan pemangkasan karyawan untuk mengurangi pengeluaran.
Efek riak inilah yang kemungkinan besar dapat meningkatnya angka pengangguran di tengah krisis ekonomi, tercatat hingga kini setidaknya angka pengangguran di AS telah naik dari 3,5 persen menjadi 6,3 persen per bulan Juli kemarin. Munculnya tekanan ini juga telah memicu kekhawatiran para investor hingga membuat sebagian saham Wall Street dalam perdagangan Sabtu (27/8/2022) anjlok drastis, tak hanya itu pasar aset digital seperti cryptocurrency juga ikut terkerek turun menuju ke level terendahnya. "Inflasi saat ini menyebabkan rasa sakit, meningkatnya pengangguran akan merugikan rumah tangga, keadaan akan lebih buruk jika The Fed tidak bertindak." jelas Presiden Bank Federal Reserve Cleveland, Loretta Mester.