Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengubah 22 nama jalan di ibu kota dengan nama tokoh Betawi. Pengubahan nama jalan itu menuai beragam reaksi dari masyarakat. Ada yang setuju, ada pula yang menyayangkan. Satu dari 22 nama jalan yang diubah ialah, Jalan H Bokir Bin Djiun yang sebelumnya Jalan Raya Pondok Gede.
Zainal Abidin, warga yang tinggal di Gang Bacang, tak jauh dari Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur mengaku sudah mengetahui pergantian nama jalan ini. Pria 67 tahun ini pun setuju atas kebijakan Pemrov DKI Jakarta, terlebih nama yang diganti disesuaikan dengan nama tokoh Betawi. Hanya saja, lanjut dia, pemerintah perlu menyesuaikan nama dengan tokoh yang berpengaruh besar atau bahkan punya catatan sejarah di masyarakat.
“Contohnya seperti Halim gitu kan, Halim Perdana Kusuma, Husni Thamrin gitu umpamanya,” kata Zainal. “Kalau dikasih nama tokoh yang pintar, berwibawa atau punya jasa akan lebih bagus karena membawa jejak buat masyarakat.” Warga Pondok Gede lainnya, Budi Hendro termasuk yang menentang langkah Pemprov DKI mengubah nama jalan. Pria yang sehari hari berdagang oleh oleh haji di depan Asrama Haji Pondok Gede ini menganggap, upaya tersebut justru bakal mempersulit urusan administrasi warga.
“Iya kita kan (jadi) ngurus surat surat lagi kayak KTP, KK, waduh udah segan kitanya dah,” katanya. Tak hanya administrasi pribadi, alamat pada surat berharga seperti Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) hingga sertifikat tanah dan rumah pun juga harus diubah. Pengubahan surat surat tersebut, kata Budi, tentunya bakal memakan biaya.
“Nah itu yang ribet, soalnya kan biaya lagi ganti, kalau KTP kan enggak. Nah itu, ngurus ngurusnya lagi yang segan,” ucap pria berusia 55 tahun ini. Meskipun, sambung Budi, pengubahan nama jalan ini tidak mempengaruhi penjualan dari toko yang sudah berjualan sejak tahun 2000 ini. Dia pun menyambut baik keputusan Pemprov DKI mengubah nama jalan menjadi nama tokoh Betawi.
Namun, Budi berharap pemerintah juga memberikan kompensasi, terlebih untuk mengubah keterangan alamat pada pengurusan surat surat berharga milik masyarakat. “Ya jangan dikenain biaya aja kalau mau ngurus gituan. Kan dari penggantian ini kan harus ada kompensasi,” ucapnya. “Jadi misalnya kalau ngurus ini enggak dikenain biya lagi kalau ngurus ngurus STNK.” Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan penetapan nama jalan tersebut berdasar Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 28 tahun 1999.
"Pemberian nama dengan para tokoh dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada para tokoh tokoh tersebut," kata Hari saat dikonfirmasi di Jakarta Timur, Jumat (17/6/2022) lalu. Dalam Kepgub tentang Pedoman Penetapan Nama Jalan, Taman, dan Bangunan itu diatur bahwa penamaan jalan dalam rangka penataan dan memberikan identitas. Memudahkan ketika mencari alamat,sebagai bentuk pengenalan, kemudian diharapkan mengandung aspek monumental, sejarah dan pendidikan bagi masyarakat.
Hari menuturkan secara keseluruhan di DKI Jakarta ada banyak tokoh yang namanya baru saja diabadikan sebagai nama jalan, namun dia tidak merinci jumlah pasti. "Lumayan banyak," ujarnya.