Buruh DKI akan melakukan aksi unjuk rasa di Balaikota dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Rabu (20/7/2022). Presiden Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, aksi besok akan diawali di Balaikota pada pukul 10.00 WIB dengan membawa dua tuntutan. Tuntutan pertama, meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan banding terhadap putusan PTUN yang menurunkan nilai UMP DKI Jakarta 2022 dari Rp 4.641.854 menjadi Rp 4.573.8454.
Sedangkan tuntutan kedua, kata Said, mendesak pengusaha tetap membayar upah sebesar Rp 4.641.854. "Selama belum ada putusan di tingkat banding, maka masih berlaku upah yang lama. Putusan PTUN belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat," kata Said dalam keterangannya, Selasa (19/7/2022). Menurutnya, setidaknya ada empat alasan mengapa KSPI dan Partai Buruh menolak hasil putusan tersebut.
Alasan pertama, hasil putusan PTUN itu dikeluarkan setelah revisi Keputusan Gubernur 1517 tahun 2021 dijalankan selama tujuh bulan. Ia menilai, tidak mungkin kalau upah pekerja kemudian diturunkan di tengah jalan, karena dikhawatirkan akan adanya konflik horizontal yang timbul antara buruh dengan perusahaan. Alasan kedua, KSPI dan Partai Buruh menganggap kalau PTUN DKI sudah menyalahgunakan kekuasaan atau abuse of power.
Said menyampaikan, kalau PTUN telah melampaui kewenangannya yakni hanya menguji dan menyidangkan gugatan terkait dengan persoalan administrasi. "Kalau melihat kewenangan PTUN tersebut maka seharusnya PTUN hanya sebatas menerima atau menolak gugatan yang diajukan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)," ujarnya. "Tapi tiba tiba PTUN menyatakan menerima gugatan Apindo, kemudian memutuskan kenaikan UMP DKI menjadi Rp 4,57 juta per bulan. Ini kan berbahaya siapa yang memberikan kewenangan pada PTUN untuk memutuskan?," sambung Said.
Alasan ketiga, Said menyebut seharusnya keputusan PTUN dikeluarkan pada awal 2022 atau sebelum pelaksanaan awal UMP DKI Jakarta. Sementara alasan keempat ialah, keputusan PTUN itu akan berpengaruh pada wibawa Anies selaku yang mengeluarkan kebijakan. "Wibawa pemerintah enggak boleh jatuh. Kalau Anies sebagai Gubernur DKI tidak melakukan banding, berarti Anies tidak konsisten terhadap keputusannya. Dia harus melakukan banding untuk mempertahankan keputusannya," tuturnya.